Dua enam Desember dua ribu empat
Lamunan panjang tiba-tiba tersentak
Nalar dan angan-angan menggurita
Dengan sejuta misteri
Tentang ribuan mayat bergelimpangan
Antara reruntuhan bangunan
Dan puing-puing berserakan
Mulut terkunci rapat, rapat sekali
Segumpal rasa terpojok jauh
Merapat dan meratap
Pada sudut-sudut hati yang sangat dalam
Tak mampu menguntai keprihatinan
Sepotong puisi pilu, syair lagu sendu
Kehilangan nada, kehilangan makna
Lukisan ekspresi dari ketakutan
Yang tiba-tiba meraksasa di seantero bumi
Membuat tubuh-tubuh kerdil itu
Tak punya arti dibawah kuasa-Nya
Ribuan wajah diterjang tsunami
Adalah wajah-wajah kita yang terhempas
Oleh gelombang laut, bagai raksasa
Melumat perkotaan
Melumat pedesaan
Melumat Tanah Rencong
Ribuan ekspresi wajah memelas
Mencari perlindungan, meminta pertolongan
Sedang matahari seperti tergelincir
Menerpa bumi, retak-retak dan kelabu
Segalanya gelap
Segalanya pekat
Dari sisa-sisa napas yang mengepak lelah
Nadi berdenyut semakin tak nyata
Sangat kelam, sangat kelam
Dari bibir yang pucat masih sempat teruntai
Sebuah kalimat pasrah dibawah kuasa-Nya
” Tuhan ….. inikah kiamat ?
Yang terkandung dalam firman-Mu ?
Sebagai akhir dari segala langkah
Dan perbuatan yang salah”
Bone, 26 – 12 – 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar